Calon presiden dari partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, menegaskan perubahan iklim yang dihadapi dunia sekarang ini telah menjadi krisis. Efek krisis iklim juga sudah dirasakan masyarakat.
Sebagai calon presiden itu kembali mengutarakan pemikirannya bertajuk “Indonesia Darurat Krisis Iklim” pada Harian Media Indonesia edisi Senin, 12 Juni 2023.
Anies membuka tulisan itu dengan melaporkan kondisi anak-anak warga pesisir Demak, Jawa Tengah, yang sedang berlari-lari gembira bermain sepak bola. Di sisi lain, ia menampilkan gambaran kontras bahwa wajah para orang tua dibuat muram dengan terbenamnya matahari.
“Warga pesisir Demak, Jawa Tengah, tiap hari berjuang melawan abrasi di laut,” tulis Anies. Menurut Anies, akibat abrasi, dampak turunannya ialah warga terpaksa membeli air bersih dengan harga mahal sampai putus asa menjual tanah dengan harga sangat murah.
Ia menulis, kondisi ini seperti air laut yang menggenangi rumah mereka setiap sore. Harapan mereka sering tenggelam dalam ketidakpastian, tulis Anies. Ia bersyukur bisa melihat kondisi tersebut saat bertemu dan mendengar harapan warga pesisir Demak saat bertapa.
Pendapatnya, praktik ini dilakukan untuk mendengar, menyerap, dan merasakan kondisi terkini di masyarakat. Ia mengatakan, ada berbagai masalah yang dirasakan warga. Kondisi ini bukan hanya dirasakan di pesisir Demak. Daerah lain seperti pulau kecil di sepanjang Kepulauan Riau, Miangas, hingga selatan Kalimantan nyaris tenggelam.
Anies Baswedan mengakui berbagai komitmen penyelesaian krisis iklim sudah dibuat dengan target tinggi. Namun, pencapaiannya belum setinggi yang diharapkan. Berdasarkan Environmental Performance Index, Indonesia berada di peringkat terbawah, posisi 164 dari 180 negara.
“Angka ini bukan hanya mencerminkan kinerja yang rendah, namun merupakan cerminan buram bahwa penyelenggara negara belum memprioritaskan dan memberikan kualitas hidup yang baik bagi warga negaranya,” jelas Anies Baswedan.
Menurut Anies, menghadapi krisis iklim juga membutuhkan penguatan kolaborasi dan diplomasi. Hal itu bisa dilakukannya jika ia bekerjasama dengan masyarakat Ciliwung. Dalam hal diplomasi, Indonesia perlu meninggalkan diplomasi transaksional.
“Kita tidak bisa hanya menggunakan kata alam untuk peroleh posisi tawar. Ketika hutan sudah dibabat, pasir dari laut dilepaskan, harga diri bangsa ini perlahan terkikis,” tulis Anies.
Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan Anies ialah dengan mengajak generasi sekarang atau milenial. Menurut Anies, sudah saatnya memberikan ruang kolaborasi bagi generasi muda untuk menghadapi krisis iklim. Dengan begitu, menurutnya akan semakin banyak terobosan dan solusi baru yang muncul untuk mengatasi krisis iklim.